Mikroturbin
merupakan teknologi paling mutakhir dan telah memasuki pasar pada 1999
dan 2000. Teknologi mikroturbin diadopsi dari teknologi turbin gas yang
lazim digunakan di pesawat terbang dan diesel engine turbocharger pada mesin otomotif.
Pada 1998 sebuah industri mikroturbin di Amerika
Serikat memulai pengembangan konsep. Dan 10 tahun berselang perusahaan
tersebut menjadi yang pertama menghasilkan mikroturbin berskala
komersial untuk masuk ke pasar penyedia energi listrik. Pertama kali
masuk pasar, mikroturbin digunakan sebagai pembangkit listrik stasioner.
Mikroturbin tak banyak memiliki komponen bergerak,
tanpa pelumas, dan tanpa pendingin. Tenaga listrik berfrekuensi tinggi
yang dihasilkan turbo generator diubah secara elektronik menjadi tenaga
listrik berfrekuensi 50 sampai 60 Hz yang bisa langsung dimanfaatkan.
Masyarakat pertama kali mengenal mikroturbin
Cogeneration pada 1998. Saat itu baru dua unit mikroturbin yang
dipasang. Setahun setelahnya, penggunaan mikroturbin meningkat menjadi
211 unit yang menghasilkan listrik 6 MW. Peningkatan terus terjadi pada
tahun 2000 ketika terdapat 790 unit mikroturbin yang dipasang dan
menghasilkan listrik 23,7 MW. Peningkatan luar biasa terjadi pada tahun
2001 saat jumlah mikroturbin yang dipasang berjumlah 1.153 unit dan
menghasilkan 48,3 MW listrik.
Mikroturbin dapat dijalankan dengan menggunakan bahan
bakar gas maupun cair, dan memiliki emisi gas buang sangat rendah. Ini
menempatkan mikroturbin sebagai sumber tenaga yang bersih, hijau, dan
sekaligus andal. Tiap unit mikroturbin pada dasarnya memiliki sejumlah
komponen inti yang saling terintegrasi, seperti mesin turbo berbasis
udara, magnetic generator pembangkit, serta teknologi bantalan udara (air bearing) yang minim perawatan.
Dengan kelebihan-kelebihannya tersebut, mikroturbin
bisa dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi. Selain sebagai pembangkit
listrik stationer, mikroturbin juga sanggup untuk pembangkit
Cogeneration ataupun sebagai penggerak mesin pada mobil hybrid listrik (Hybrid Electric Vehicles, HEV).
Daya yang dihasilkan dari sebuah mikroturbin bisa diatur, antara 30 kW
hingga beberapa MW. Dari kinerjanya yang andal, mikroturbin membuktikan
sebagai salah satu solusi bagi kebutuhan akan tenaga listrik di bawah 2
MW, terutama karena mikroturbin tak memerlukan pengawasan penuh selama
bekerja.
Suplai Listrik untuk Apartemen di Korea Selatan
Pada salah satu kompleks apartemen seluas 44.520
meter persegi di Korea Selatan, kebutuhan listriknya disuplai oleh 10
unit mikroturbin. Rangkaian mikroturbin ini berfungsi untuk menghasilkan
kombinasi antara suplai listrik serta panas (Combined Heat and Power,
CHP) secara efisien.
Di sini mikroturbin berfungsi untuk mendaur ulang
limbah panas yang timbul selama generator diaktifkan. Dengan
kemampuannya untuk memanfaatkan limbah panas ini, mikroturbin sanggup
menghasilkan efisiensi hingga 80%. Mikroturbin CHP juga bermanfaat
menurunkan emisi gas NOx serta CO2, sebuah keunggulan yang tidak dimiliki generator berteknologi tradisional.
Mikroturbin Biogas Kotoran Ternak Pedesaan
Proyek mikroturbin pertama berupa pemasangan dua unit
sistem berbahan bakar biogas. Proyek ini berlangsung di Purulia,
Bengali Barat, India. Proyek ini mendapat dana bersama dari Pemerintah
Pusat India, Pemerintah Provinsi Bengali Barat, USAID, serta Kementerian
Energi Amerika Serikat.
India mempunyai potensi besar bagi pengembangan
penyediaan listrik bertenaga gas bio dari kotoran ternak untuk kawasan
pedesaan. Mikroturbin sanggup membakar sempurna beberapa jenis ga,
seperti gas metana serta beberapa jenis gas lain yang timbul selama
penggalian tanah untuk proses daur ulang, biogas dari kotoran ternak,
serta gas yang timbul di pusat penghancuran sisa-sisa makanan. Dua buah
unit mikroturbin disana masih terus berfungsi untuk menyuplai kebutuhan
listrik di kawasan-kawasan pedesaan.
http://www.agussuwasono.com
Sumber: See (Source of Information on Energy Efficiency) Vol 1 dari www.esdm.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar